Selasa, 10 Juli 2018

Belgium-Indnonesia (travel with a baby)

Setelah beberapa tahun tinggal di Belgia, dan luuama sekali tidak berkunjung ke kota kelahiran saya Ambon manise, akhirnya pada akhir bulan januari lalu kami berkunjung ke sana. Karena dari Brussel tujuan penerbangannya Jakarta, kami mampir beberapa hari di Jakarta melepas lelah sebelum berkunjung ke Ambon. 

Meninggalkan Belgia yang begitu dingin membeku dengan jaket tebel dan begitu keluar dari pesawat berada di Jakarta dengan suhu panasnya yang lumayan extreem rasanya pengen langsung nyebur ke kali sambil minum es cendol. 

Penerbangan yang begitu melelahkan ditambah bayi kami yang berumur satu tahun, sedang lucu-lucu nya memang, tapi gak begitu lucu kalo di dalam pesawat selama belasan jam; menurut saya sesuatu buanget - one of the most exhausting moment of my entire life. Even your sweet little darling can be really an evil little monster on board. Bayangin aja, saya dan suami harus lari sana sini di tempat yg begitu sempit buat ngejar bocah kami yang lumayan pecicilan yang kebetulan lagi semangat belajar jalan. Karena kita penerbangannya pake economy class, dengan bayi tempat duduk yang disediakan yah yang paling depan biar tempat tidur bayi bisa ditancepin ke dinding. Baris depan paling berdekatan dengan business class, so entah berapa puluh kali kita harus nge-grab si bocah yang pengen escape mulu ke business class. Ini daftar singkat drama of our bocah: TV pesawat pengen dicabut, 1000 kali buka tutup jendela pesawat, nangis pengen manjat kursi dan loncat ke bawah, pengen makan headset instead of his own food, a mess in his pants, a hassle with his nose, couldn't sleep well, 100 times visiting the steward and sterwardess ngajakin main petak umpet, dan masih banyak hal-hal aneh lain yang bocah kami lakuin. So, prepare your self with any surprise because anything could happen with a pecicilan baby on board. 

Kita sengaja membawa kereta dorong bayi sampai ke gate pesawat, karna kita pikir saat transit nantinya gak repot harus nunggu satu atau dua jam. Tapi ternyata kereta bayi tidak dikeluarkan di tempat transit melainkan baru bisa di pick up di Jakarta. Untungnya di tempat transit (kita transit di Doha) ada disediakan kereta bayi, so kita yang udah gempor gak perlu susah-susah gendong-gendong si bocah pecicilan.

Sebelum berangkat ke Indonesia, kita disarankan dokter pribadi kita untuk mengunjungi Dokter Travel, dengan begitu kita bisa melakukan pencegahan terhadap berbagai penyakit yang sedang marak di Indonesia. Dokter Travel memiliki data yang lumayan lengkap dan up dated tentang penyakit-penyakit yang sedang melanda Jakarta dan Ambon. Kita diberikan berbagai saran, resep obat-obatan dan bocah kami juga diberikan vaksinasi.

Setelah tiba di Jakarta, hari pertama kita langsung disambut dengan masakan padang: "wow sedaaap". Tiga jam kemudian sudah ada bunyi perut tat tut tat tut, uuuupppssss, masakan padang tidak bereaksi dengan baik di dalam perut kami, so saya dan suami gantian exploded in the toilet. Untungnya ada immodium dari si dokter travel, jadi penderitaan kami tidak bertahan lama karena obatnya langsung bereaksi dengan baik.

Bagi temen-temen yang sudah tinggal di Belgia selama lebih dari satu tahun, saya sarankan sebelum balik lagi ke Indonesia sebaiknya sih mengunjungi dokter travel, atau setidaknya dokter pribadi kita satu bulan sebelum perjalanan. Immune system dalam tubuh kita sudah berubah menyesuaikan diri dengan keadaan di Belgia terutama dengan micororganisme di sini. Bagi saya, untuk menikmati liburan semaksimal mungkin sebaiknya gak ada embel-embel menderita karena sakit. Terus terang, kesan saya dokter-dokter di sini lebih care dengan masalah kesehatan dan lebih aware dengan penyakit-penyakit yang sedang beredar di Indonesia dibandingkan dengan dokter-dokter di Indonesia sendiri. Dulu setelah satu tahun tinggal di Belgia dan mau visit Bali, saya ditanyain sama dokter pribadi saya: kapan terakhir saya menerima vaccine ini itu, saya cuman bisa melongo dan mikir, kapan yah? perasaan saya pernah disuntik dulu waktu SD, tapi gak tau itu disuntik apa, dan saya menelpon ortu dan nanyain ke mereka juga ya jawabannya ngambang gitu: intinya no body have any idea kapan terakhir saya di-vaccine dan vaccine apa aja yang saya terima. Gak ada catatannya, gak jelas, show that our system is really kacau-balau dulu yah.

Untuk yang traveling dengan bayi: kita spesial bisa membawa air untuk membuat susu masuk ke pesawat dan makanan-makanan bayi bahkan yang agak cair dan tetap diijinkan masuk ke pesawat tanpa harus dibuang, tapi harus ditaroh di satu kantong jadi saat pemeriksaan bisa gampang dijangkau oleh petugas security airport untuk diperiksa. Saya membawa makanan bayi instant yang dijual di supermarket. Saran saya sih, harus siap bawa beberapa kantong plastik kosong dan popok bayi yang cukup sekitar 10 (we never now what's going on in the plane). Baju ganti beberapa pasang, dan bib (saya gak tau bahasa Indonesianya apa: di google translate oto????). Terutama untuk ibu-ibu dengan bayi yang pecicilan, sebaiknya bawa juga suaminya kalau gak mau loncat dari pesawat. Buat saya it was a truly nightmare and impossible kalau suami saya gak ikut.

It's July, so happy holiday every body yang anaknya lagi liburan sekolah.. 

2 komentar:

  1. Halo mba enny. Saya Nadya. Maaf melenceng dari topik karena saya lagi butuh info dan baru nemu blog mba. Saya ada rencana mau nikah sama warga negara belgia. Kita rencana mau nikah disini. Yang mau saya tanyakan, setelah menikah di indonesia apa saya bisa langsung tinggal dengan suami saya? Dan visa apa yang harus saya apply? Kalo waktu mba enny, bagaimana ceritanya bisa langsung tinggal disana setelah menikah? Mohon dibalas ya mba. Terima kasih banyak :) ini email saya nadyasarip@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hello mbak Nadya, pertanyaanya sudah saya jawab lewat email mbak. Salam kenal. :)

      Hapus