Selasa, 23 Desember 2014

Dari Ath, Pindah ke Brussels (Ibu kota)

Setelah 10 bulan lamanya dengan suami berdiam di bawah atap mertua, kita pun memutuskan untuk pindah ke Brussels. Kita tinggal di Brussels sejak September lalu, jadi ya sudah sekitar 3 bulanan.

Brussels Ibu kota Belgia, di mana penduduknya benar-benar gado-gado. Penduduk aslinya Belgia sendiri malah enggak banyak keliatan di pusat kotanya. Banyak orang Inggris, orang Irlandia, India, Asian (China, Indonesia, Thailand, Filipin, dll), Afrika, Maroko, Turki, dsb. 

Kalo anda dari Jakarta, udah gak kaget kayaknya datang ke Brussels, karna di sini juga banyak pengemis, pengamen, dll.. Pengemisnya sih gaya nya sama, tapi pengamen di sini gayanya agak kerenan dikit. Bukan berarti di Jakarta gak ada yang keren yah... Tapi pengamen-pengamen di sini enggak asal, karna mereka dikerumunin banyak orang. Mereka biasanya diam di tempat di satu spot, nyanyi ato main musik, dan tiap orang yang lewat kalo seneng ya silahkan cemplungin koin di topi atau kotak yang sudah mereka sediakan. Mereka bukan asal ngamen, tapi benar-benar menunjukkan talenta mereka, dengan ya itu tadi, nyanyi, ato main musik, atau dance, dll.. Inget-inget saat di Jakarta, kayaknya dulu orang bisu aja bisa ngamen: mangab-mangab sambil ngocok-ngocok botol aqua yang isinya beras, orang jadinya pada ngasih koin biar diem aja segera dengan botol aqua. (maaf saya tidak bermaksud untuk diskriminasi atau melecehkan, tapi hanya sekedar untuk memberi gambaran nyata).

Di Brussels, dunia persaingan semakin ketat. Karna Brussels itu sendiri berada di tengah-tengah Eropa. Untuk kerja di Brussels itu benar-benar enggak gampang. Saking multi cultural-nya, kalau mau ngelamar kerja di kebanyakan perusahaan, mereka mintanya trilingual (Inggris, Prancis, Belanda), lha saya juga trilingual: Indonesian, Ambonese, dan Inggris ok lah (LOL).. Lah, Prancis saya masih kayak anak SD, baca tulis aja belom becus and ngomong pun masih ngab-ngab, ditambah lagi bahasa Belanda, rasa-rasanya pengen ambil koper n balik ke Indonesia. 

Enaknya di Brussels, setidaknya orang-orangnya masih banyak yang bisa berbahasa Inggris. Bagi anda pendatang, kalau mau ke daerah orang-orang berbahasa Prancis tapi gak bisa bahasa Prancis sepatah kata pun, SAYA INGATKAN jangan lupa aktivin GPS dan google translate atau google deh untuk cari informasi, karna mereka rata2 gak bisa bahasa Inggris. 

Di Brussels pun saya semakin dekat dengan Asian supermarket, dimana saya bisa membeli sayur kangkung, sawi, pokcoy, Indomie, dll... Harganya ya udah pasti beda sama di Indonesia. Kangkung di sini seikatnya hampir 6 Euro, kalo dirupiahkan ya sekitar 80 ribu, jadi saya tidak setiap hari makan sayur-sayuran Indonesia tentunya, kalo tiap hari, suami saya dijamin bangkrut dan kita tinggal di kolong jembatan, LOL...

Dengan pindah ke Brussels, saya juga lebih dekat dengan komunitas orang indonesia dan international. Ada banyak komunitas orang-orang Indonesia, tapi saya memilih komunitas kecil aja, supaya gak ruwet..

Anyway, Brussels adalah kota yang unik dan menarik untuk dikunjungi maupun untuk tinggal atau menetap.

Kamis, 09 Oktober 2014

Tinggal bersama Mertua di Belgia

Mungkin ada yang bertanya-tanya, gimana ya rasanya tinggal bersama mertua yang berbeda kewarganegaraan yang totally berbeda kebudayaannya dari kita.

Dari pengalaman saya, awal-awal sih agak ribet, bukan karena sulit, tapi saya sendiri yang selalu sungkan dan setres sendiri karna too much think.

Sama seperti Bapak mertua, Ibu mertua saya orangnya simple, pekerja keras, dan saya dianggap seperti anak sendiri. Ibu mertua saya hobinya ngumpulin sepatu, tas, dan baju-baju bermerek, dan saya senang dengan cara dia berdandan yang not too much, tapi keliatan fashionable. Saya kadang berasa mati gaya specially dengan empat musim yang berbeda. Dalam kehidupan berkeluarga Ibu mertua saya berusaha menanamkan dalam benak saya bahwa wanita harus selalu menghargai suaminya dan wajib dihargai dan dilindungi suami, jadi dia suruh saya berjanji, kalau saya tidak diperlakukan dengan baik sama anaknya, saya harus cepat lapor ke dia biar dia yang berurusan langsung sama anaknya sendiri.

Saya berasal dari keluarga yang sederhana di Indonesia, jadi saya sadar diri, kalau tinggal sama orang lain ya kita harus rajin-rajin membantu. Dengan sifat tepa seliro yang saya bawa dari Indonesia, jadinya saya benar-benar disayang sama bapak mertua. Kadang kalo saya ngambek sama suami saya malah dibelain satu keluarga, sampe omanya ikut-ikutan ngomelin suami saya, hehehe.

Anyway, 10 bulan sudah saya dan suami tinggal dengan kedua orang tua mertua saya, dan semuanya berjalan dengan baik, saya merasa dihargai dan disayangi seperti keluarga sendiri. Masalah kebudayaan, sepertinya bukan a big deal bagi saya ataupun mereka. Saya seneng banget karena mereka juga seneng dengan masakan Indonesia, jadinya setiap minggu saya masak dan ngajak semua makan nasi ditemani lauk-pauk Indonesia.

Saat saya tinggal dengan keluarga suami, dari situlah saya mengerti lebih jelas mengenai sifat dan karakter suami saya. Ada beberapa perbedaan yang saya dapati dari kedua mertua saya di Belgia kalau dibandingkan keluarga-keluarga di Indonesia:

  1. Mereka lebih expressif, lebih mudah bilang terimakasih, maaf, pas bangun tidur langsung disapa dan ditanyain gimana tidurnya, diberi air-kissed, etc. 
  2. Soal agama mereka tidak begitu serius, walaupun ada juga beberapa keluarga yang agamanya kuat banget, tapi hal itu tidak terlalu ditekankan ke anak mereka.
  3. Minum bir itu udah biasa banget bagi mereka, kayak minum cocacola aja untuk orang Indonesia pada umumnya. 
  4. Rasa sayang ke hewan peliharaan hampir mirip kayak rasa sayang ke keluarga sendiri. (i found this one really funny)
  5. Hak wanita pada umumnya sama dengan pria. Jadi suami istri di sini benar-benar bagi tugas, gak ada yang namanya istri yang harus masak dan bersih-bersih, tapi dibagi tugasnya dengan suami secara adil. 
  6. Mereka seneng banget hadiahin bunga ke wanita. Kalo pas hari Ibu, atau ultah, bagi wanita, siap-siap aja kebanjiran bunga. 
Masih banyak lagi sih perbedaan-perbedaan yang saya temui, tapi belum kepikiran, apa lagi yahhhh???

 :)

Selasa, 09 September 2014

Menikah di Belgia dengan visa Schengen

Melanjutkan tulisan saya sebelumnya, saya ingin berbagi mengenai proses pengurusan pernikahan saya dan suami.

Seperti yang saya tulis sebelumnya, saat itu kami ada di Bali. Saya sedang tinggal dan bekerja di sana, sementara suami saya yang saat itu masih berstatus pacar berlibur paaaaanjaaaaaaang di Bali (liburan satu tahun) jadi statusnya dia saat itu unemployment alias pengangguran karna keasikan liburan.

Bagian dari syarat utama pengurusan visa tunangan ke Belgia adalah, salah satu dari pasangan memiliki pekerjaan tetap dan menetap di Belgia dan harus dibuktikan lewat slip gaji selama 3 bulan dan  bukti residensi yaitu bukti pembayaran tagihan apartment/flat selama 3 bulan atau kepemilikan properti. Mengingat pacar saya berlibur paaaanjaaaaang, dia tidak mampu untuk memberikan bukti pekerjaan ataupun tempat tinggal tetap di Belgia. Yang ada hanya nota-nota pembayaran hotel, hostel, bungalow dll di Bali. Itulah kenapa kita give-up dengan visa tunangan dan beralih ke Schengen visa.

Setelah membulatkan tekad, mengumpulkan semua informasi dan menyusun rencana, kamipun memulai semua proses. Sambil menyiapkan dokumen-dokumen untuk pengurusan visa, saya juga mulai mengumpulkan semua surat-surat yang diperlukan untuk menikah. Saat itu, saya sering berkomunikasi dan bertanya lewat telefon atau email kepada pihak kedutaan Belgia di Jakarta mengenai syarat-syarat untuk menikah di Belgia. Dan bukan hanya itu saja, kedua orang tua dari pacar saya juga berkunjung ke citi hall di Belgia untuk menanyakan syarat-syarat dan dokumen-dokumen yang harus diberikan untuk menikah.

3 hari setelah pengajuan visa, saya pun menerima 3 bulan Schengen visa yang dikeluarkan oleh kedutaan Belanda di Jakarta. Setelah visa dikeluarkan, kami langsung membeli tiket untuk ke Belgia. Tiket yang kami beli adalah return tiket, karna mengingat di bandara kita harus menujukkan return tiket sebelum keberangkatan. Return tiket adalah bukti bahwa kita akan kembali ke Indonesia, dan saat menunjukkan Schengen visa kepada pihak imigrasi, mereka tidak bertanya panjang lebar dan mempersulit kita untuk masuk ke negara lain. 1 bulan setelah berada di Belgia tiket untuk kembali ke Indonesia kemudian kami cancel dan pihak penerbangan me-reimburse- lebih dari 50% dari biaya tiket untuk kembali. walaupun kita tidak mendapatkan 100% uang kembali, setidaknya kita tidak kehilangan semuanya. 

Setelah tiba di Belgia, besokannya saya langsung diantarkan ke kantor commune untuk melaporkan kedatangan saya. Sambil melapor, kami juga mengambil appointment untuk membicarakan rencana pernikahan kami. Syarat-syarat yang diminta oleh commune/city hall setempat adalah:

  1. Passport
  2. Pas foto
  3. Surat keterangan belum menikah
  4. Surat domisili dari Indonesia
  5. Salinan akta lahir
  6. Surat peraturan hukum pernikahan di Indonesia yang bisa didapatkan dari kedutaan Indonesia di Brussels. 
  7. Surat bukti kewarganegaraan yang juga bisa didapatkan dari kedutaan Indonesia di Brussels.
  8. ID calon suami
Untuk dokumen-dokumen nomor 3,4,5; semua harus dilegalisasi di kementrian hukum dan ham Indonesia, kemudia dilegalisasi lagi di kementrian luar negeri Indonesia, dan di kedutaan Belgia di Jakarta. Setelah semua dokumen dilegalisasi, dokumen-dokumen tersebut harus diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah di Belgia, dan kemudian hasil terjemahannya dilegalisasi oleh tribunal Belgia. 

Untuk dokumen-dokumen nomor 6 dan 7, dapat diminta dibuatkan dalam bahasa Prancis atau bahasa yang diminta oleh commune setempat, sebelum diserahkan harus dilegalisasi oleh pihak kementrian luar negeri di Brussels. 

Saat itu, karna saya sudah berada di Belgia, saya pun menyewa agen untuk menyelesaikan semua pengurusan di Jakarta. Saat selesai, sang agen langsung mengirim semua dokumen yang diperlukan, dan kami pun mengajukan pernikahan kami ke city hall. 2 minggu setelah pengajuan, kami menerima kabar gembira bahwa semua dokumen telah lengkap dan kami diijinkan menikah. Kami pun diundang untuk datang dan menentukan tanggal pernikahan kami jadi kami menikah pada tanggal 22 Februari 2014. 

Demikianlah proses pernikahan kami. :) untuk teman-teman yang berkeinginan menikah di Belgia, kemungkinan untuk menikah tanpa fiancee visa itu ada, yang terpenting sebelum menikah adalah kita kenali dulu dengan baik siapa calon suami kita, dan apakah kita siap untuk tinggal di negeri orang, jauh terpisah dari sanak saudara. 

Rabu, 03 September 2014

Visa ke Belgia

Setelah saling mengenal selama kurang lebih 1 tahun, saya dan pacar saya memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kamipun merencanakan pernikahan. Saat itu pacar saya memutuskan ingin pulang ke Belgia, melanjutkan pekerjaan dan ingin membopong saya untuk diperkenalkan ke keluarganya, menikah dan memulai kehidupan kita sebagai keluarga kecil di Belgia. kami pun melakukan research untuk visa tunangan, tapi sayangnya setelah melihat betapa ribetnya mengurus visa tunangan, saya dan calon suami hanya bisa berkata "NOOOOOOO" (dengan tampang histeris dan rambut acak-acakan karna stress). Waktu itu saya masih sibuk kerja di pulau Dewata di sebuah restoran ternama. Jam kerja yang tidak menentu, demi mengumpulkan sekeping dua keping menambah angka di rekening demi persiapan ke Belgia, membuat saya begitu sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk pengurusan. Ngomong-ngomong masalah ngumpulin duit, sampe di Eropa, nih ATM skali digesek bisa ngabisin 1/4 tabungn setaon, ajaib kan?

Untuk visa tunangan ke Belgia, pengurusannya adalah di Kedutaan Belgia di Jakarta, dan pengurusannya harus diajukan minimal 3 bulan sebelum keberangkatan. Setelah research, lagi-lagi kami cuman bisa taruhan gigit kuku saking setressnya, melihat komen orang-orang yang punya pengalaman mengurus visa tunangan. Pengurusannya bisa memakan waktu sampai 6 bulan, itu pun kadang ditolak katanya. Menurut mereka resiko gagal dalam pengajuan visa tunangan lebih besar dari pada visa turis. Saya aslinya Ambon, walaupun tinggal di Bali, tapi KTPnya masih Ambon, registrasi alamatnya masih Ambon, pihak yang mengeluarkan akte kelahiran saya juga catatan sipil Ambon. Kebayang kan, kalo saya harus pengurusan dokumen-dokumen antar pulau semua dari ujung ke ujung? Kota kelahiran saya di Indonesia bagian Timur dan dokumen-dokumen saya juga terbitan sana, saat itu saya tinggal dan bekerja di Indonesia bagian Tengah, dan harus ngurus visa di Indonesia bagian Barat. Lha kalo gagal, mungkin saya dan calon suami langsung daftar ke RSJ straight away udahannya. 

Namanya juga CINTRONG, ya kita tidak ingin terpisah lama-lama. Kitaaaa???? dia aja kaleeeeee!!! (sok mahal gitu.....) kita bersikeras ingin segera ke Belgia dan melakukan pernikahan di Belgia saking perasaan Cintrong-nya lagi menggebu-gebu. Setelah melakukan research lagi tentang prosedur dan persyaratan-persyaratan untuk menikah di Belgia, kami melihat bahwa ada kemungkinan kami bisa menikah di Belgia tanpa visa tunangan alias dengan visa turis. So, beralih-lah kita untuk melakukan research tentang syarat-syarat visa turis/pengunjung. 

Untuk visa turis atau kunjungan ke Belgia kita biasanya diberi Schengen visa, pengurusannya adalah di kedutaan Belanda, sama di Jakarta juga, mana bisa di Bali!! Di Bali ada juga kedutaan Belanda, tapi kalo masalah visa untuk kunjungan ke Eropa, mereka tidak ada sangkut-paut-nya. Semua harus di Jakarta. Berita baiknya adalah, asalkan semua dokumen lengkap, pengurusan visa kunjungan / turis hanya memakan waktu 3 hari kerja. cepat kan?

Setelah men-download semua formulir, melengkapi semua dokumen, saya pun berangkat ke Jakarta, dan mengajukan visa Schengen. Schengen visa itu adalah visa yang dikeluarkan oleh kedutaan besar sebagian besar negara-negara di Eropa, dan dengan visa tersebut, kita bisa memasuki hampir semua negara di Eropa. Wilayah Schengen mencakupi hampir semua negara-negara di Eropa, sepertinya hanya 3 atau 4 negara termasuk Inggris dan Romania yang tidak termasuk dalam daftar area Schengen. Biasanya Schengen visa bisa diberikan untuk jangka waktu 1-6 bulan tergantung dari permintaan dari si calon pengunjung, dan ijin dari si pihak kedutaan besar itu sendiri. 

Aaaaanny wayy... Setelah tiba di Jakarta, saya pun langsung mengatur strategi untuk pengurusan visa. Ternyata benar loh, 3 HARI KERJA MAAAAANNNN... Jaminan mutu, seperti Baygon!!! Benar-benar tepat waktu. Setelah berdebar-debar debar antri di kedutaan buat jemput pasport saya, saya tiba pada ujung antrian, dan langsung dipanggil oleh petugas. Sambil tangan agak berkeringat dingin, wajah pucat pasi, dengerin penjelasan dari petugas Kedutaan, akhirnya pasport saya diserahkan juga ke tangan saya. H2C alias Harap-harap cemas, saya pun membuka pasport saya, dan memeriksa kembali, karna gak mudeng pas petugasnya cuap-cuap. Daaaaaannn "BERHASIL! BERHASIL!" seperti kata Dora. Saya diberi 3 bulan visa Schengen. 

Saya pun berbahagia dan tentunya siapin KOPEEEERRR, jadi ke Belgia.. NIKAH.... NIKAH..... NIKAH!!!!!

Jumat, 22 Agustus 2014

Ducasse d'Ath

Ath adalah sebuah kota di Belgia yang berdekatan dengan Tourney dan Mons. Orang-orangnya berbahasa Prancis dengan dialek lokal.

Di Belgia pada umumnya, masyarakat memiliki berbagai perayaan atau festival yang selalu berkelanjutan. Di Ath, khususnya, ada berbagai macam perayaan yang tak henti-hentinya. Dengan berbagai macam perayaan, ada salah satu festival yang sangat terkenal di Ath, yaitu Ducasse-Ath. 

Ducas Ath adalah festival yang sudah dilaksanakan turun-temurun sejak lebih dari 2 ratus tahun lalu. Festifal ini merupakan salah satu festival ternama di Belgia. Prosesi utama dari Ducas adalah saat Goliat menikah dan saat Daud melempari sebuah batu kepada Goliath, diikuti dengan parade musik dan raksasa-raksasa lainnya. 

Ducas Ath selalu diadakan pada minggu ke-4 dalam bulan Agustus yaitu pada hari Jumat hingga hari minggu.

Tiba di Belgia

Hari pertama di Belgia

Pertama kali saya menginjakkan kaki saya di Eropa adalah di Belgia pada tanggal 25 November 2013. Saat itu musim dingin sudah tiba, dan dengan mengenakan Jaket tebal dan celana jeans, cuaca dingin masih tetap terasa. Saat itu saya dijemput oleh tunangan saya (sekarang suami bok).
Tiba di rumah orang tua tunangan saya,  langsung deh cipika-cipiki sama mereka (cium pipi kanan kiri). Rasanya senang, dan juga agak canggung, setelah kadang-kadang berkomunikasi lewat skype, akhirnya ketemu juga muka dengan muka dengan kedua orangtua tunangan saya (calon mertua). Dengan suasana agak malu-malu kucing, akhirnya masuk lah saya ke rumah mereka, disambut juga oleh seekor anjing berperawakan babi (LOL). Orang tua tunangan saya punya seekor anjing jenis doberman, gendutnya minta ampun, badannya sama gonggongannya bener-bener nakutin, padahal kononnya gak pernah gigit siapapun.

Hops, dengan gaya agak malu-malu, senyam-senyum gak jelas, akhirnya saya diantarkan ke kamar. Hari pertama di Belgia exciting, capek, aneh, canggung, tapi juga terasa nyaman. Setelah makan malam, saya pun langsung menuju ke dunia kapuk. Jet-lagged-nya minta ampun, setelah belasan jam duduk di pesawat, rasanya punggung saya mau patah, tapi gak bisa langsung tidur, karna perbedaan jam. Giliran pas udah tidur, besokkannya bablas sampe jam 2 siang. Fuaaaahhhhh, malu-maluin juga sih tidur sampe jam segitu, tapi ya semua pada maklum banget karna perbedaan waktu dengan di Indonesia.


Hari ke-dua di Belgia

Setelah bangun cipika-cipiki lagi sama kedua orang tuanya tunangan saya. Niatnya sih cuman pengen bilang slamat pagi, tapi ya dicipka-cipiki lagi sama mereka. Rasanya aneh, tapi ternyata emang itu kebiasaan orang sini. Mereka cipika-cipiki sebelum tidur sama semua anggota keluarga, bangun tidur, dan juga saat berkunjung atau bertamu.
Anyway, setelah disservice 24/7 di pesawat, otomatis dong perut keroncongan setelah bangun, maka setelah beramah-tamah, meluncurlah saya ke meja makan. Dihadapkan dengan roti, butter, selai, keju, dan beraneka ragam helaian-helaian daging. “Dalam hati, nasi mana nih nasi, atau indomie gitu?” tapi ya, mumpung laper, langsung deh roti dan temen-temennya dihajar.

Yang paling aneh, pas buka pintu rumah, kok kayak buka pintu freezer? Dingin buanget. Tapi indah banget kalo diliat-liat, bersih, dan semua keliatan hijau tua, seger, dingin dan langitnya serba kelabu gitu. Beda banget pemandangannya dengan di Indonesia yang terang benderang dengan sinar matahari. Yang aneh di Belgia, kalo di Indonesia matahari terbit sekitar jam 6-6.30 pagi, dan terbenam selalu setelah jam 6 sore, di sini terasa aneh, karna pada musim dingin, jam 9 pagi kadang masih gelap, trus jam 5 sore udah terbenam mataharinya.

Di dalam rumah saya senang dengan cara calon mertua saya menghiasinya dengan banyak bunga-bunga dan tanaman interior. Keliatan asri. Si Ibu ternyata senang sekali dengan bunga Anggrek. Beraneka ragam warna dikoleksiin. Keliatan asri banget jadinya. Pokoknya beda deh cara mereka mendekorasi rumah dengan orang di Indonesia. 

Itulah 2 hari pertama saya di Belgia. Setiap orang punya kesan pertama yang berbeda saat tiba di negara ini, yang saya rasa sangat tergantung dari orang-orang di sekelilingnya. 

Jadi kalau anda ingin berkunjung atau tinggal di Belgia, pastikan orang-orang yang akan berada di sekeliling anda adalah orang-orang yang memiliki kepribadian yang baik.